pengertian musik

Konsep Umum
Kekeliruan : Musik sebagai bunyi yang disukai manusia
Pembahasan : Definisi musik sebagai “bunyi yang ‘disukai’ oleh manusia”
salah satunya terdapat dalam Merriam-Webster’s Unabridged Dictionary
(2000) bahwa “musik adalah ilmu atau seni yang menggabungkan kombinasi
bunyi-bunyi vokal atau instrumen yang terdengar menyenangkan atau
ekspresif menjadi suatu komposisi yang memiliki struktur dan kontinuitas
yang jelas”. Namun, para ahli musik atau pendidikan musik seringkali
menganggap definisi ini bersifat subjektif. Mengapa?
Sekarang, coba kita bayangkan. Apabila seseorang menyukai jenis musik
jazz dan tidak menyukai jenis musik dangdut, apakah jenis musik dangdut
tidak dapat dikatakan sebagai musik? Jawabnya tentu saja ‘tidak’. Kita semua
sangat memahami bahwa dangdut adalah salah satu jenis musik yang
dihasilkan oleh manusia. Definisi “musik adalah bunyi yang ‘disukai’ oleh
manusia” hanya bergantung pada perspektif seseorang atau sekelompok
orang saja. Oleh karena itu, definisi “musik sebagai bunyi yang ‘disukai’ oleh
manusia” tidak dapat diterima karena definisi tersebut tidak mencakup seluruh
aktivitas musik manusia di dunia.

Kekeliruan : Musik sebagai bunyi yang terdiri dari ritme, melodi, dan
harmoni yang teratur
Pembahasan : Definisi musik sebagai “bunyi yang terdiri dari ritme dan
melodi” salah satunya terdapat dalam Pocket Music Dictionary (1993),
misalnya. Dalam kamus kecil itu dinyatakan bahwa “musik adalah organisasi
bunyi yang melibatkan ritme, melodi, dan harmoni”. Definisi lain yang juga
sering terdengar adalah musik sebagai bunyi vokal atau instrumen yang
memiliki ritme, melodi, atau harmoni yang teratur, seperti dalam musik untuk
paduan suara. Bagi kebanyakan orang, melodi dipandang sebagai urutan
nada yang teratur dan ritme adalah urutan ketukan yang teratur.
Para ahli musik atau pendidikan musik seringkali mengkritisi definisi itu
dengan mempertanyakan: apakah rangkaian bunyi yang memiliki ritme dan
melodi tidak teratur, seperti suara burung, hembusan angin, atau gemercik
air, yang sering digunakan oleh seorang pencipta musik tidak dapat dipandang
sebagai musik? Jawabnya tentu saja ‘tidak’. Pemahaman konsep ‘teratur’
dan ‘tidak teratur’ seringkali berhubungan dengan nilai-nilai dalam suatu
kelompok masyarakat, yang tentu saja berbeda dari nilai-nilai dalam kelompok
masyarakat yang lain. Bagi komunitas keroncong, misalnya, cengkok dan
nggandul merupakan sesuatu yang teratur dan ‘harus’ ada dalam musik
keroncong. Namun, bagi komunitas lain, misalnya Barat, cengkok dan
nggandul tersebut harus dihindari karena menyebabkan ketukan yang tidak
teratur dalam permainan musik.



Kekeliruan : Musik sebagai bahasa yang universal
Pembahasan : Kesalahpahaman orang tentang makna musik juga banyak
terjadi. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri dengan adanya beberapa
pandangan tentang peranan musik dalam masyarakat. Salah satunya adalah
musik dianggap sebagai suatu alat komunikasi. Menurut Mantle Hood,
peranan musik sebagai alat komunikasi menyebabkan musik dapat dipandang
sebagai bahasa yang universal. Artinya, musik sebagai hasil karya manusia
dari suatu komunitas dapat dipahami oleh seluruh masyarakat di dunia.
Apakah kita dapat memahami musik sebagai hasil karya manusia dari
kelompok masyarakat lain, misalnya masyarakat di Afrika?
Di satu sisi, kita dapat memandang musik sama dengan bahasa karena suatu
karya musik memiliki makna-makna tertentu yang dapat dipahami oleh para
pendengar atau masyarakat pendukung, atau kelompok komunitasnya.
Namun, apabila musik bersifat universal maka timbul pertanyaan apakah
musik yang dimiliki oleh suatu kelompok komunitas tertentu dapat dipahami
oleh pendengar dari kelompok komunitas lain? Atau, apabila seseorang dari
suku bangsa Sunda yang terbiasa dengan musik tradisional Sunda, apakah
ia dapat memahami musik tradisional Batak atau Minang atau Bugis dengan
baik?
Pernyataan Schafer (1976) mungkin dapat mengarahkan pemahaman kita
tentang apakah musik itu. Dalam mengajarkan musik di kelas, Schafer
mengemukakan bahwa musik merupakan suatu organisasi atau pengaturan
bunyi-bunyi (ritme, melodi, dan lain-lain) yang bertujuan untuk didengarkan.
Dalam definisi tersebut Schafer tidak membatasi pada ritme atau melodi yang
beraturan saja, tetapi melibatkan pula ritme dan melodi yang tidak beraturan.
Hal ini dapat dipahami karena konsep ‘beraturan’ dan ‘tidak beraturan’
merupakan konsep-konsep yang dapat dipahami secara berbeda oleh setiap
kelompok manusia di dunia. Lebih jauh, Elliot (1995) juga mengemukakan
bahwa secara esensial, musik merupakan hasil dari aktivitas manusia yang
dilakukan berdasarkan pada tujuan tertentu, yaitu untuk didengarkan oleh
pendengarnya. Oleh karena itu, musik akan selalu berkaitan dengan aspek
pelaku dan pendengar. Elliot menyatakan bahwa pada masing-masing aspek
melibatkan empat dimensi, yaitu:
• Manusia (musician), sebagai pelaku dalam aktivitas musik
• Aktivitas (musicing), seperti memainkan, mengubah, dan menciptakan musik
• Musik (music), sebagai hasil aktivitas musik manusia
• Konteks utuh yang mempengaruhi pengetahuan manusia, aktivitas yang
dilakukan manusia, dan musik yang dihasilkan (Elliot, 1995).
Empat Dimensi pada Pelaku Musik:
Pelaku – Aktivitas – Musik – Konteks
(Sumber: Elliot, 1995)
Gambar di atas memperlihatkan bahwa musik merupakan suatu konsep yang
terdiri dari empat dimensi yang melibatkan: 1) pelaku (doer), 2) beberapa
aktivitas yang dilakukan, 3) beberapa hasil dari aktivitas yang dilakukan, 4)
konteks yang utuh yang mencakup pelaku melakukan apa yang mereka
kerjakan. Pelaku musik (doer) disebut sebagai musisi (musician) dalam
pertunjukan, improvisasi, dan kegiatan-kegiatan musikal lain yang terdengar.
Istilah musicing mengacu pada aktivitas yang dilakukan oleh pelaku, seperti
menampilkan, mengimprovisasi, mengubah, mengaransemen, dan
mengarahkan (conducting).
Perlu diingat bahwa aktivitas atau pertunjukan musik tidak lepas kaitannya
dengan penonton. Oleh karena itu, bagaimana pengetahuan para musisi
atau pelaku musik, perilaku musikal mereka dalam permainan musik, serta
bagaimana produksi musik yang terjadi akan selalu disesuaikan dengan
konteks penonton. Dengan kata lain, suatu pertunjukan atau permainan
musik akan selalu berhubungan dengan siapa penontonnya, bagaimana
perilaku penonton, dan jenis musik apa yang ingin didengar dan/atau
disaksikan oleh penonton. Hal ini dapat dipahami karena musik diproduksi
oleh para pelaku untuk didengar dan/atau disaksikan oleh penonton atau
pendengar sebagai upaya untuk mencapai tujuan tertentu.

Kesimpulan: Berdasarkan kajian dari beberapa definisi musik di atas maka
dapat disimpulkan bahwa musik merupakan suatu aktivitas manusia. Sebagai
konsep, musik dapat didefinisikan sebagai organisasi bunyi (nada, ritme,
harmoni, warna suara, tempo, atau dinamika) yang digunakan musisi atau
pelaku musik untuk dimainkan dalam konteks tertentu dan disesuaikan
dengan konteks pendengarnya sebagai upaya untuk mencapai tujuan
tertentu.

Kekeliruan : Musik hanya berhubungan dengan perasaan manusia
Pembahasan : Berdasarkan penjelasan dalam Bagian B diketahui bahwa
musik tidak hanya berhubungan dengan kemampuan untuk mengekspresikan
perasaan atau jiwa para pelaku musik, tetapi juga berhubungan dengan
kebudayaan masyarakat di mana mereka berada. Para pelaku musik, sebagai
anggota suatu masyarakat, disadari atau tidak disadari, akan berperilaku
sesuai dengan nilai, norma, dan aturan yang berlaku dalam masyarakatnya,
termasuk berperilaku musik. Dengan kata lain, aktivitas-aktivitas musik yang
dilakukan oleh para musisi tidak dapat terlepas kaitannya dengan nilai,
norma, dan aturan masyarakat tersebut. Penjelasan ini memperlihatkan
bahwa kebudayaan, disadari atau tidak disadari, berpengaruh secara
signifikan terhadap pengetahuan para musisi dalam melakukan aktivitasaktivitas
musik.
Di sisi lain, kebudayaan juga dapat dipengaruhi oleh pengetahuan musisi
sehingga menyebabkan perubahan dalam kebudayaan itu sendiri. Kenyataan
ini diperlihatkan dengan besarnya kemungkinan para musisi untuk
memperoleh pengalaman-pengalaman konkrit dari kelompok masyarakat
lain, misalnya melalui proses kontak budaya yang dapat terjadi dalam bidang
niaga (ekonomi), teknologi, pendidikan, politik, dan agama. Beragam
pengalaman konkrit tersebut secara lambat-laun akan menjadi bagian
pengetahuan para musisi yang berdampak pada perilaku musikal mereka
sebagai upaya untuk memodifikasi budaya musik dalam masyarakatnya.
Sebagai akibatnya, musik dalam masyarakat tersebut akan mengalami
perubahan-perubahan tertentu sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam
bidang-bidang kebudayaan yang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa musik tidak hanya
berhubungan dengan kemampuan manusia untuk mengekspresikan
perasaan atau emosi jiwanya saja, tetapi kemampuan para pelaku musik
untuk mengekspresikan perasaan atau gagasan musikal sangat berhubungan
dengan pengetahuan atau wawasan kultural mereka terhadap nilai, norma,
dan aturan yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman konkrit dalam
lingkungan yang pernah mereka alami.

Kekeliruan : Estetika musik hanya dipahami sebagai keindahan musik
Pembahasan : Estetika musik seringkali hanya dipahami secara dangkal,
yaitu keindahan musik. Kita sering mendengar adanya penilaian orang
terhadap musik yang mereka dengar sebagai sesuatu yang ‘indah’.
Sayangnya, mereka tidak dapat menjelaskan secara rinci mengapa musik
yang mereka dengar dinilai indah atau memiliki nilai estetik.
Perlu dipahami bahwa konsep ‘indah’ tidak selalu berarti sama pada seluruh
kelompok masyarakat. Dapat dikatakan bahwa konsep ‘indah’ mengandung
makna yang bersifat subjektif. Mengapa? Karena nilai, norma, dan aturan
dalam suatu masyarakat berbeda dari nilai, norma, dan aturan dalam
masyarakat yang lain. Nilai (value) yang berlaku dalam suatu masyarakat
salah satunya adalah nilai keindahan atau nilai estetik. Dengan kata lain, nilai
keindahan atau nilai estetik dalam suatu kelompok masyarakat berbeda dari
nilai keindahan atau nilai estetik dalam kelompok masyarakat lain. Mengapa?
Karena nilai estetik dalam suatu masyarakat sangat berhubungan dengan
budaya masyarakat itu. Contohnya, bagi masyarakat Barat, khususnya dalam
musik vokal klasik, bernyanyi dengan cara berteriak tidak dapat dikatakan
indah atau tidak memiliki nilai estetik. Namun, bagi masyarakat lain, terdapat
suatu jenis pertunjukan musik yang menuntut penyanyinya untuk bernyanyi
dengan cara berteriak. Perilaku penyanyi itu justru dipandang ‘indah’ atau
memiliki nilai estetik di kalangan masyarakat pendukungnya.