Peran tari nusantara


Berdasarkan perannya, tari nusantara dapat diklasifikasikan menjadi tiga,
 yaitu tari upacara, tari hiburan( pergaulan) atadan tari totonan.

 Tari upacara
Peran tari sebagai sarana upacara merupakan peran atau fungsi tertua di Indonesia. Hmpir semua wilayah nusantara memiliki tari yang berfungsi sebagai sarana upacara ritual. Kedudukan tari dalam suatu upacara berfungsi sebagai media komunikasi antara masyarakat dengan sesuatu yang dikeramatkan (para dewa/dewi , roh leluhur atau nenek moyang).

Tari – tarian yang dipertunjukkan sebagai sarana upacara antara lain mempunyai  ciri – ciri sebagai berikut :
a.    Tempat pertunjukannya tidak sembarang tempat, biasanya pertunjukan dilakukan di tempat – tempat yang dianggap sakral, seperti pura, candi, hutan, atau tanah lapang.
b.    Pemilihan waktu atau saat pertunjukan biasanya dikaitkan dengan sesuatu yang dianggap sakral, seperti saat bulan purnama atau tengah malam.
c.    Penarinya dipilih, yaitu penari yang berada dalam keadaan bersih secara spiritual dan dianggap suci.
d.   Dalam pertunjukannya, tari tidak terlepas dari sesaji yang jenisnya banyak dan bermacam – macam.
e.    Pertunjukannya selalu dikaitkan dengan penyelenggaraan upacara tertentu, misalnya meminta hujan, berburu, atau peperangan.
f.     Dalam perrtunjukannya, penari menggunakan busana khusus.

Jenis tari nusantara yang berfungsi sebgai sarana upacara ritual, diantaranya sebagai berikut :

a.  Tari Tor – Tor dari Sumatra Utara
Tari ini dipertunjukan pada saat prosesi upacara kematian suku Batak. Gerakan lengan dan tangan menjadi ragam gerak yang dominan dalam tari ini. Bentuk gerak tarinya seperti orang menyembah dan dipadukan dengan gerak ritmis dari kedua kaki yang diiringi lagu – lagu pujian.

b.  Tari  Kayou dari Kalimantan Tengah
Tari ini merupakan tari perang yang menceritakan kegagahan dan keterampilan kaum laki – laki suku Dayak, dalam menggunakan senjata khas sukunya, yaitu Mandau. Kayau berasal dari kata mengayou yang artinya memenggal kepala musuh, setiap kepala musuh yang berasil dipenggal mereka bawa ke pameranm “Damang” atau rakyat kampungnya.
c. Tari Dodot dari Banten Selatan
Tari ini berfungsi sebagai sarana upacara tanam dan panen padi. Tari ini dilaksanakan pada setiap tahapan dalam penanaman padi hingga panen.
Ragam gerak yang dilakukan merupakan olah gerak kepala, lengan, badan, dan kaki yang disertai doa yang menjadikan suasana ritus.

d.    Tari meminta Hujan dari Nusa Tenggara Timur
Tari ini dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tari persembahan kepaada dewa langit agar dapat menurunkan hujan, terutama setelah musim kemarau yang berkepanjangan. Tari ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan denan ragam gerak menggambarkan peniruan gerak- gerak mega dan curah hujan.

e.   Tari Rejang dan Baris dari Bali
Tari yang lahir dan berkembang di Pulau Dewata ini, pertunjukannya dilakukan secara berkelompok dan berfungsi sebagai tari penyambutan para dewata yang diundang turun ke pura pada saat Upacara Piodalan.Tari Rejang ditarikan oleh perempuan sedangkan Tari Baris ditarikan oleh laki – laki.

Tarian yang berfungsi sebagai hiburan dan tontonan, di antarannya sebagai berikut  :

a.     Tari Piring dari Sumatra Barat
Tarian ini lahir dan berkembang di Minangkabau, Sumatra Barat dan merupakan milik masyarakat yang tidak diketahui siapa penciptanya.Tari Piring dipentaskan pada aktivitas pertanian dan aktivitas sosial masyarakat lainnya dengan gerakan atraktif dan dinamis saat memainkan piring. Tari Piring dapat dimainkan dengan gaya  darek ( darat ) dan gayapasisia (pesisir).

b.    Tari Merak dari Jawa Barat
Tarian ini termasuk genre tari kreasi baru yang diciptakan atas permintaan Bung Karno. Keindahan burung merak terletak pada sayapnya yang memiliki motif khas dan berbagai gradasi warna. Tari Merak menyerupai gerak burung merak yang sedang memamerkan keindahan sayapnya dan ditarikan oleh perempuan.

c.      Tari Gambyong Pareanom dari Jawa Tengah
Gambyong merupakan tari kreasi perkembangan dari Tari Tayub yang awalnya digunakan pada upacara ritual pertanian untuk memohon kesuburan dan panen yang melimpah. Dalam perkembangannya pihak Keraton Mangku Negara Surakarta menata ulang dan membakukan gerakannya menjadi  tari penyambutan tamu - tamu kehormatan atau  kenegaraan.

d.    Tari Trunajaya dari Bali
Tarian ini lahir dan berkembang di tengah-tengah penganut Hindu. Gerakannya mendapat pengaruh dari budaya India yang memiliki kemiripan dengan geraktribhangga. Tari ini menggambarkan keindahan dan kejayaan kaum muda yang penuh gejolak, penuh semangat, rasa ingin tahu, dan tercermin dalam gerakan yang sangat dinamis dan penuh ketegasan. Warna busananya dominan berwarna ungu sebagai simbul kewibawaan.

e.      Tari Blantek dari Betawi
Pada awalnya, tarian ini merupakan bagian dari pertunjukan teater rakyat atau lenong yang ditampilkan pada pembukaan cerita. Sekarang, Lenong sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Betawi. Namun, dalam perkembangannya, keberadaan tarian ini dikemas dan ditata ulang untuk kebutuhan pertunjukan atau hiburan dengan nama Tari Blantek.

f.      Tari Anak Perdamain dari Papua
Masyarakat Papua yang terbagi atas berbagai suku. Pada awalnya, mereka merupakan masyarakat pemburu. Sampai akhirnya, mereka bersepakat untuk membagi daerah perburuan. Sebagai konsekuensi, apabila ada yang melanggar, hal itu akan mengakibatkan perang antar suku. Upacara untuk kesepakatan atau perdamaian dilaksanakan setiap tahun. Tari ini termasuk jenis tari hiburan dan tontonan karena merupakan gambaran peristiwa masa lalu, khususnya penyelenggaraan upacara perdamaian tersebut.